Hukuman Bagi Pelaku "Jam Karet"

Hukuman Bagi Pelaku "Jam Karet"


Bangsa kita terkenal dengan gotong-royong dan tenggang rasa-nya, entah itu hanya di pelajaran PMP,  PPKn,  PKn dan  pelajaran sejenis atau memang nyatanya kehidupan bermasyarakat kita cenderung mengusung tinggi budaya lihir tersebut. Hal ini yang menjadi keunggulan/nilai lebih bangsa kita di mata asing luar negeri.


Namun, apakah ini merupakan turunan dari "budaya luhur" tersebut, sebagian besar dari kita mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap suatu keterlambatan, dalam hal ini terlambat dalam memenuhi suatu pertemuan (rapat, diskusi,  seminar,  dll.). Bahkan, acapkali anggota yang terlambat tersebut diberi "keistimewaan" dari yang datang tepat waktu. Misalnya,  rapat/diskusi dimulai menunggu si bapak X, atau ketika seminar yang tidak juga dimulai karena panitia menunggu bapak Y namun pembicara telah datang tepat waktu.

Saya sepakat dengan "kekesalan" seorang dosen saya dahulu,  bahwa yang terlambat lah yang mesti dapat hukuman dengan cara tetap melanjutkan acara tanpa menunggu "orang penting" tersebut. Hal tersebut ada benarnya juga, setidaknya dengan begitu "si Terlambat" ini mengalami kehilangan hak-nya berupa waktu dan esensi acara tersebut.

"Waktu" yang hilang ini adalah kesempatan "si Terlambat" untuk mendapatkan materi dan ilmu selama waktu terlambatnya tersebut,  sementara "esensi" yang hilang bisa berupa hak-nya untuk berpendapat,  sesi-sesi yang seharusnya dia ada di situ tidak tercapai karena waktu untuknya telah habis,  dan bahkan yang ekstrimnya ketika dia datang saat acara telah selesai,  dia tidak dapat apa-apa dari acara yang akan dihadirinya.

Memang,  kadang yang terlambat tersebut justru adalah "tokoh sentral" dalam sebuah rapat/seminar/diskusi. Tapi,  sesekali diperlakukan seperti itu,  saya rasa bisa sedikit menyentil rasa malu mereka untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi peserta diskusi lainnya di kemudian hari.